Halaman

Sunday 25 March 2012

Memperbanyak Entreprenuer, Memperkuat Ekonomi Indonesia

Entreprenuer itu seperti apa?

Kata entreprenuer merupakan istilah yang berasal dari bahasa Perancis yang berarti between-taker atau go-between. Secara luas entreprenuer adalah seseorang yang memiliki dorongan untuk menciptakan sesuatu yang lain dengan menggunakan waktu dan kegiatan, disertai dengan modal dan resiko, menerima balas jasa/kepuasan serta kebebasan pribadi atas usahanya. Seseorang yang berjiwa entreprenuer adalah ia berani mengambil resiko dari setiap kegiatan, riset dan penelitiannya dalam rangka membuat produk-produk baru dengan menemukan cara baru, dan ia mendapatkan jawaban baru dari setiap masalah yang muncul disekelilingnya.


Mengapa Indonesia sedikit entreprenuer?

Jika melihat penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa dan merupakan negara berpenduduk terbesar ke-4 didunia, jumlah entreprenuernya belum dapat mengimbangi dengan potensi jumlah penduduknya. Hal tersbut terbukti adanya data yang menunjukkan bahwa jumlah entreprenuer di Indonesia hanya ada sekitar 0,18% dari proporsi jumlah penduduk (rasio 1:83). Jumlah itu masih jauh dari dari negara tetamgga seperti Filipina yang mempunyai rasio jumlah entreprenuer sejumlah 1:63, Korea 1:20, dan  Jepang 1;23 Menurut Sosiolog Daivid McClelland suatu negara akan makmur ketika ada entreprenuer sedikitnya 2% dari jumlah penduduk. Berarti dalam kondisi untuk mencapai standar 2%, Indonesia harus mempunyai sekitar 4.200.000 entreprenuer-entreprenuer baru (Data BPS Juli 2011). Disisi lain memang ironis bila melihat pengangguran sarjana di Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Data BPS menunjukkan  jumlahnya sekitar 740.000 pada tahun 2007 dan pada tahun 2009 lebih dari 900.000 sarjana menganggur. Hal ini perlu diwaspadai mengingat setiap tahunnya Indonesia memprodukis 300.000 sarjana dari 2.900 perguruan tinggi. Artinya semakin banyak pengangguran dari kalangan terdidik menjadi fenomena yang semakin mengkhawatirkan, alasannya karena lapangan kerja yang tersedia semakin terbatas.

Jika kita lihat sumber daya alam Indonesia banyak dan melimpah dari sabang sampai merauke. Indonesia memiliki banyak komoditas baik mineral tambang dan energi tetapi belum mampu mengolahnya. Metode pendidikan kita hanya mendidik menjadi orang yang pintar teori, mengimpor teori-teori dari luar negeri, tetapi disisi lain masih sedikit prakteknya. Teori dan praktek kurang seimbang proporsinya. Contohnya pintar debat atau pintar bikin konsep, tetapi realisasinya belum ada atau kurang nyata. Tanpa kita sadari banyak dari kita yang bermental job-seeker dalam artian bermental karyawan bahkan bermental buruh. Budaya menjadikan keadaan dan menempatkan asumsi bahwa pegawai adalah pekerjaan yang aman dan impian dari orang tua atas masa depan anak-anaknya. Lebih lanjut banyak orang memandang bahwa menjadi seorang entreprenuer akan menjumpai satu hambatan yang besar. Hambatan itu adalah keterbatasan modal.
Ada juga suatu fenomena yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin rendah keinginan menjadi entreprenuer. Mereka yang berpendidikan tinggi umumnya pilih-pilih pekerjaan. Sementara itu, semakin banyak masyarakat khususnya angkatan kerja yang memilki mindset job-seeker. Banyaknya lulusan perguruang tinggi yang lebih memilih menjadi pegawai (employee) daripada membuka lapangan kerja. Masih melekat sikap menggantungkan diri pada harapan sebagi pekerja kantoran dan memiliki asumsi bahwa ketika lulus kuliah, kemudian mendapat pekerjaan kantoran akan menjamin masa depannya kelak.
Akibatnya menjadi  salah satu negara eksportir tenaga kerja yang besar. Menurut daya LSM Migrant Care, jumlah TKI sampai Januari 2011 di Arab Saudi (1,2 juta), Malaysia (2,3 juta), Hongkong (130 ribu) dan Singapura (80 ribu). Kondisi ini disebabkan karena sedikit entreprenuer yang bisa menciptakan lapangan kerja baru di dalam negeri. Entreprenuer yang seharusnya menjadi penolong para tenaga kerja dan menciptakan kesejahteraan bagi semua, tetapi keberadaannya belum mampu mengimbangi dengan jumlah tenaga kerja yang ada.

Solusi untuk menumbuhkan entreprenuership di Indonesia

Banyak angkatan kerja di Indonesia yang banyak mencari kerja di luar negeri seperti Malaysia, Hongkong, Arab Saudi dan Sinagpura disebabkan karena sedikitnya lowongan kerja. Solusinya adalah tidak ada yang salah ketika pemerintah melalui sektor pendidikan harus membekali para kaum muda agar berkemampuan memciptkan pekerjaan, menciptakan sesuatu yang baru dan memaksimalkan yang sudah ada. Dalam pendidikan proporsi teori dan praktek juga harus seimbang.
            Sudah saatnya, setiap orang mulai dari diri sendiri untuk merevitalisasi pola pikir (mindset) bahwa kita harus berubah dari pencari kerja menjadi pencipta kerja, semangat kewirausahaan perlu diberikan selamanya. Menghilangkan sikap ragu-ragu dan pesimis untuk berpindah dari employee menjadi pemilik usaha (entreprenuer) harus dihilangkan. Pemerintah melalui program sosialisasi dan pendidikan perlu melakukan berbagai kebijakan yang bertujuan mengubah pola pikir masyarakat.
Memperbaiki pola pikir masyarakat yang masih mempunyai sikap seperti :
  1. Masyarakat sekarang cenderung tidak mempunyai keyakinan, mulai dari diri sendiri harus yakin untuk menjadi yang terbaik
  2. Masyarakat cenderung tidak mempunyai hidup yang jelas, mulai dari diri senditi harus menetapkan hidup yang jelas, setiap orang harus membuat life-map yang berisi ide kreatif untuk masa depan
  3. Kebanyakan dari kita tidak mempunyai strategi yang mantap untuk mengatasi masalah hidup, lalu solusinya mulailah dari dalam diri kita senditi untuk belajar dari pengalam orang lain, memikirkan secara komprehensif dan matang untuk mengatasi setiap persoalan yang dihadapi
  4. Masyarakat cenderung tidak mempunyai rencana yang realistis, maka dari itu harus menggantinya dengan menetapkan rencana yang masuk akal untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tetentu (membuat life-map yang masuk akal agar bisa dicapai)
Sementara itu untuk mengubah mindset bagi para lulusan perguruan tinggi dari semula memiliki pola pemikiran job-seeker menjad job-giver maka dari itu diperlukan langkah-langkah strategis dan realitas. Langkah-langkah tersebut antara lain :
1.      Membangun kultur kewiraushaan mulai dari keluarga
Kita menyadari bahwa kultur (budaya) berwirausaha tidak dapat ditanamkan secara cepat dan sekejap. Memerlukan waktu yang cukup lama untuk membangun kultur kewirausahaan. Maka dari itu setiap keluarga harus menanamkan jiwa wirausaha sejak dini dalam diri anak-anak mereka. Proses kulturalisasi berwirausaha ini menjadikan pengaruh bagi kemunculan wirausaha-wirasusaha baru yang tangguh.
2.      Membangun iklim usaha melalui berbagai program pemerintah
Disini posisi pemerintah sangat berpengaruh dalam  membangun dan membentuk iklim usaha yang mendukung tumbuh kembangnya wirausaha-wirausaha baru. Peran pemerintah dalam hal pembentukan iklim usaha sangat besar, seperti melalui lembaga perbankan dan keuangan untuk membuka akses modal bagi calon wirausaha, karena secara umum masyrakat enggan untuk menjadi seorang wirausaha karena hambatan modal. Pemerintah juga harus membuat suatu lembaga pendamping dan pengawas wirausaha baru agar dana yang dipinjamkan dapat berguna secara optimal. Mengingat kebanyakan selama ini dana yang dipinjamkan bagi masyrakar untuk mengembangkan wirausaha belum optimal. Ini bisa dilihat dengan adanya masyarakat yang justru lebih sering melakukan konsumsi terhadap modal yang diberikan oleh pemerintah. Dan akibatnya modal mereka terpakai habis sedangkan usaha yang akan dilakukan belum berjalan dengan mapan.
3.      Membenahi tujuan dunia pendidikan
Pola pikir (mindset) para sarjana yang umumnya masih berorientasi untuk menjadi pegawai harus segera diubah. Maka dari iru, posisi dan peran strategis lembaga pendudukan sebagai regulasi pembentukan manusia Indonesua yang seutuhnya perlu ditata kembali. Pola dan struktur kurikulum yang sekarang ini digunakan yang cenderung menghasilkan lulusan-lulusan yang siap pakai. Melalui pendidikan kewirausahaan yang membekali setiap manusia khususnya mahasiswa untuk mandiri dan berorientasi luas. Langkah strategisnya adalah kampus-kampus didaerah seharusnya bisa menjadi pusat pendidikan kewirausahaan, tidak hanya menanamkan benih kewirausahaan. Sementara itu mahasiswa juga harus dipacu untuk bisa menjadi pemilik usaha melalui berbagai usaha sesuai dengan latar belakang disiplin ilmu yang mereka miliki.
Persoalan krusial yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini mengenai adanya peningkatan jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan adanya lapangan kerja didalam negeri. Serta sedikit adanya para lulusan sarjana dari perguruang tinggi yang enggan untuk melakukan wirausaha. Fenomena-fenomena tersebut berimplikasi pada rapuhnya kekuatan ekonomi Indonesia karena penambahan jumlah pengangguran yang semakin besar. Maka dari itu, mulai dari sekarang pemerintah segera mengambil peran dan langkah strategisnya untuk mengajak masyarakat mengembangkan jiwa entreprenuershipnya agar dapat memperbanyak jumlah entreprenuer di Indonesia. Karena semakin banyak entreprenuer di Indonesia akan semakin memperkokoh kekuatan ekonomi negara ini. Efeknya adalah tujuan hidup mengenai peningkatan kesejahteraan di Indonesia dan penguatan daya saing domestik di pasar internasional akan segera terwujud.
                                                                                                            (M Zaenuddin299068)

Referensi :
Edward. Dj (2009) Rahasia Sukses 25 Pengusaha UKM. Penerbit Gagas Bisnis. Jakarta
Entrepreneurship Journal. First Quarter (Januari-March 2011) Issue 1
Journal of Small Business and Entreprenuership vol 15 no 4 Winter 2000-2001

Syamsuddin MA & Susanta G (2009). Cara Mudah Mendirikan dan Mengelola UMKM. Penerbit Raih Asia Sukses, Jakarta.


No comments:

Post a Comment